Tak banyak kompetisi olahraga amatir di Indonesia yang bisa eksis bertahan selama 20 tahun. Apalagi sampai kemudian kompetisi itu menjadi sebuah sports industry. Salah satu yang bisa melakukan itu adalah DBL Indonesia. Selama 20 tahun, DBL Indonesia  konsisten bisa menggelar kompetisi basket pelajar. Dari awalnya hanya digelar di Surabaya kini sudah menyebar ke seluruh Indonesia. Total menjangkau 31 kota di 23 provinsi. Dari Aceh sampai Papua.  CEO & Founder DBL Indonesia Azrul Ananda membocorkan eksistensi itu saat menjadi pembicara pada Indonesia Sports Industry Summit 2024. Event yang diselenggarakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), pada Jumat 18 Oktober 2024.

Dalam pertemuan itu, Azrul tidak sendiri. Kemenpora juga mengundang operator liga olahraga level profesional di Indonesia.  Ada dari PT Liga Indonesia Barua atau LIB (operator liga sepak bola Indonesia) dan Indonesia Basketball League atau IBL (operator liga basket profesional). Nah, dalam acara itu, Azrul Ananda dikenalkan sebagai sosok yang banyak sukses menjadikan olahraga sebagai sebuah sports industry. Mulai sepak bola (lewat Persebaya), basket (lewat kompetisi DBL), atletik (lewat kompetisi SAC Indonesia) hingga sepeda (lewat event Mainsepeda).

Namun di acara itu, Azrul banyak membagikan cerita soal konsistensi kompetisi DBL yang sudah berjalan 20 tahun. Konsistensi DBL Indonesia menyelenggarakan liga basket pelajar selama 20 tahun memang banyak menghadirkan apresiasi. Sebab, meskipun yang diselenggarakan kompetisi level amatir, namun liga basket tersebut dikelola secara profesional. Bahkan pengelolaan liga basket pelajar ini diakui telah menjadi sebuah sports industry.

Azrul banyak menceritakan soal sejarah berdirinya DBL. Di mana, Aza -sapaan akrabnya- terinspirasi membuat liga basket pelajar setelah pulang dari Amerika Serikat. Kebetulan ketika mendapatkan beasiswa bersekolah di Amerika Serikat, Azrul Ananda memang pernah menjadi fotografer untuk tim basket SMA-nya yang bertanding di liga pelajar di sana.

Azrul Ananda (kedua dari kiri) ketika berbagi cerita perjalanan 20 tahun DBL Indonesia di ajang Indonesia Sports Industry Summit 2024.

"Di Amerika itu, liga basket pelajar sudah sangat memperhatikan yang namanya student athlete. Sehingga akademiknya tidak boleh tertinggal ketika anak tersebut aktif menjadi seorang atlet," cerita Azrul.

Pengalaman mengikuti liga basket pelajar di Amerika Serikat itulah yang kemudian diadopsi Azrul Ananda ketika ia kembali ke tanah air. Awalnya Azrul sekadar berkeinginan membuat kompetisi olahraga anak muda yang proper. Di mana kompetisi olahraga anak muda itu juga bisa dimanfaatkan juga untuk meregenerasi pembaca media cetak yang dikelola Azrul Ananda dan keluarganya.

Sempat terpikirkan untuk membuat liga basket mahasiswa. Namun ternyata pilihannya jatuh ke liga basket pelajar. "Ternyata basket di level SMA itu lebih fun dan pure," ujar Azrul.

Kata Azrul, sebelum DBL lahir, sebenarnya sudah ada liga basket pelajar. Namun konsepnya tidak menganut student athlete.

"Nah DBL hadir dengan konsep student athlete. Mereka yang ikut itu student, basketnya itu menjadi panggung untuk mencari prestasi sekaligus mengajarkan sesuatu yang tidak bisa didapatkan di sekolah," kata Azrul.

Berangkat dari Surabaya dan kemudian ekspansi di Malang, liga DBL  dalam perjalanannya booming dan bisa terus membesar. Hadir di banyak kota. Dari Aceh sampai Papua. Musim ini kompetisi DBL yang bernama Honda DBL with Kopi Good Day 2024-2025 digelar di 31 kota dan 23 provinsi se-Indonesia. "Mungkin kalau tidak ada pandemi, kami sudah bisa ada di semua provinsi," kata Azrul.

Menariknya, cara DBL membesar justru bukan dengan mengendurkan soal regulasnyai, terutama yang berkaitan dengan konsep student athlete. Pada prakteknya, regulasinya malah terus diperbaiki dan diperketat.

"Kalau dulu gak naik kelas gak boleh ikut atau main di DBL. Sekarang makin ketat, nilai di bawah 6 tidak boleh ikut," ungkap pria yang belakangan dikenal juga sebagai sosok di balik suksesnya sejumlah event sepeda sebagai sport tourism di beberapa kota itu.

Azrul menegaskan, kehadiran kompetisi DBL lebih dari sebuah liga pembinaan. Sebab jika sebagai pembinaan, maka ujungnya para pemain DBL menjadi pro player di liga profesional atau timnas. Nah faktanya, 99 persen pemain DBL tidak menjadi pemain basket profesional.

"Mungkin 99 persen pemain berhenti basket setelah SMA. Tapi mereka harus menjadi profesional di bidangnya masing-masing. Apa yang mereka dapat selama mengikuti kompetisi DBL, harapannya bisa mereka terapkan di bidangnya masing-masing, salah satunya sportivitas dan kedisiplinan," kata Aza.

Apa yang disampaikan Aza memang diakui mantan-mantan pemain DBL yang akhirnya tak berkarier sebagai pemain basket profesional. Sebut saja mereka yang kemudian menjadi perwira-perwira polisi yang masuk lewat jalur Akademi Kepolisian (Akpol). Bahkan saat ini sudah ada dua eks pemain DBL yang menjadi lulusan Akpol dan meraih predikat Adhi Makayasa (lulusan terbaik). Salah satu dari lulusan terbaik itu, AKP Nahal Rizaq mengakui, kemampuan fisik dan kedisiplinan yang dihadapi saat masih di Akpol sudah banyak dipelajarinya saat menjadi pemain DBL.

Azrul mengakui keberhasilan DBL menyelenggarakan liga basket pelajar selama 20 tahun ini tak lepas dari konsistensi menjalankan regulasinya. DBL tak pernah kompromi terhadap pelanggaran-pelanggaran aturan. "Konsistensi itu paling susah diterapkan. Kami bisa menjaga itu selama 20 tahun ini," kata Azrul seperti dikutip dari DBL.id.

Setelah berjalan 20 tahun dan diakui banyak pihak sudah menjadi sebuah sports industry, Azrul menyebut DBL menjadi bukti bahwa apa saja bisa dilakukan asal mau. Asal konsisten. "Dan asal jeli dalam mengembangkan sesuatu," tegas Azrul.

Kemenpora  menghadirkan Sports Industry Summit 2024 sebagai perhelatan tahunan yang mempertemukan para pemangku kepentingan dalam dunia olahraga di Indonesia. Acara ini menjadi sebuah wadah berbagi dan berdiskusi untuk merayakan kemajuan dan mengangkat citra dan kualitas industri olahraga Indonesia.(*)